Saya mengucapkan selamat kepada kawan saya Jeffrey Lim untuk terbitnya buku ini. Ada tiga alasan mengapa buku ini menarik untuk dibaca.
Pertama, otentisitas penulis untuk dengan rela menerima keadaan yang kurang suka diterima oleh kebanyakan orang, yakni keadaan diri yang lemah. Jeffrey menulis, “Adalah kenyataan bahwa manusia pada umumnya tidak menyukai kelemahan, kerapuhan, kerentanan, dan kekurangan. Kebanyakan manusia lebih menyukai kekuatan, kesehatan, dan kelebihan.” Tetapi selaras dengan keyakinan Rasul Paulus bahwa di dalam kelemahan dirinya lah justru kasih karunia Allah akan makin bersinar, demikian kelebihan tulisan ini justru terletak pada kejujuran Jeffrey untuk membagikan secara blak-blakan apa yang kurang dapat dibanggakan, bahkan seringkali ditutup-tutupi oleh kebanyakan orang. Dalam sharing kisah-kisah pribadi Jeffrey yang muram suram itulah terang rahmat Tuhan terlihat jelas. Pergumulan dengan kondisi kejiwaan mungkin akan berlangsung seumur hidup, seperti dialami William Cowper. Buku ini tidak menjanjikan “7 langkah untuk menyelesaikan masalah anda tanpa masalah,” tetapi membagikan perjalanan hidup Jeffrey bersama Tuhannya yang setia.
Hal kedua adalah bahwa di dalam tulisan ini Jeffrey membagikan bagaimana dalam pergulatannya dengan masalah depresi, Schizoaffective disorder, bipolar, dan paranoia ia bergulat bukan terutama dengan rasa rendah diri, kemarahan, kekacauan pikiran, mahalnya obat-obatan, atau kesulitan dalam karir, tetapi pergulatan dengan Tuhan sendiri. Sebagai orang yang pernah belajar teologi di sekolah teologi, Jeffrey mengaitkan problem psikologinya dengan konsep-konsep teologi dan menemukan bahwa Kristus dan apa yang Allah kerjakan dalam Yesus Kristus adalah jalan untuk kembali kepada terang, kebaikan, dan kelimpahan hidup. Akar dari segala masalah hidup manusia adalah penolakannya akan Allah yang adalah Kebenaran, Keutuhan, Terang, Kebaikan, Keindahan, dan Kehidupan itu sendiri. Dan apakah lagi yang dapat menolong kita di dalam masalah yang kita hadapi dengan diri Allah ini sendiri? Siapakah lagi Pengantara yang dapat mendamaikan kita dengan Sang Pencipta selain Yesus Kristus? Hal ini mengingatkan kita bahwa sejak bagian pembukaan dari Kitab Kejadian dikisahkan soal Allah yang menciptakan tatanan dunia ini di atas kekacau-balauan (Ibr. “tohu va bohu”) dan kejahatan anak-anak manusia telah menyebabkan kembalinya kekacau-balauan itu pada zaman Nuh, tetapi kita juga melihat bagaimana Tuhan berjanji untuk menjaga agar kekacau-balauan itu tidak lagi membanjiri dunia ini dengan kejahatan dan kematian, dan bahkan ketika kekacauan itu merajalela pun Tuhan menyediakan bahtera (yang di dalam zaman kita seringkali dianggap menunjuk kepada Kristus) untuk menjadi tempat berlindung bagi segala yang hidup. “Kristus adalah jawabannya,” seringkali telah menjadi slogan klise – tetapi sesungguhnya tidak pernah menjadi kebenaran yang usang.
Ketiga, dalam tulisan ini anda melihat bahwa Jeffrey menyertakan banyak puisi, baik yang dikarangnya sendiri maupun yang dikutipnya dari banyak pengarang hymn yang beberapa di antaranya bergumul dengan berbagai kelemahan yang tak kunjung selesai sampai akhir hayat. Kesembuhan bukan hanya datang dari “yang benar” tapi juga “yang indah” dan “yang baik”. Pertolongan dan penghiburan yang dialami Jeffrey dalam perjalanan hidupnya, seperti anda sendiri akan baca, bukan hanya terjadi lewat “perbaikan konsep teologi,” atau “reformasi mindset” lewat konseling, atau bahkan lewat obat-obatan saja – tetapi juga ditopang oleh jejaring perkawanan yang benar-benar mengenal, mengasihi, dan menerima Jeffrey apa adanya. Selain persahabatan, lagu-lagu pujian yang diingatnya di masa-masa penuh pergumulan juga amat menguatkan. Di sini kita melihat bahwa Kebenaran memerlukan Kebaikan, dan Kebaikan itu juga menjadi lebih efektif ketika memunculkan dirinya dalam rupa yang Indah, seperti di dalam bentuk melodi, harmoni, lirik lagu, puisi, dan lain-lain karya seni. Dengan kata lain, kesembuhan bukan hanya mengalir dari perut (lewat obat-obatan yang ditelan), atau dari otak (melalui konsep-konsep yang diluruskan) saja, tetapi juga melalui banyak sarana lain, seperti relasi-relasi sosial dan karya seni. Melalui semuanya itulah Tuhan menyatakan diri dan pertolongan-Nya. Praise God from whom all blessings flow!”